Sistem Reproduksi Pada Sapi
Dalam memahami dengan baik proses reproduksi pada sapi merupakan
suatu usaha yang panjang dan rumit. Banyak teori ataupun fakta yang harus
diungkapkan dalam bahasa fisiologis yang kadang-kadang sulit dimengerti,
sehingga bukanlah hal yang mudah untuk menetapkan dari mana pekerjaan ini harus
dimulai. Langkah pertama untuk memahami aspek-aspek reproduksi ternak adalah
dengan memahami anatominya.
Sistem reproduksi jantan dan betina berfungsi secara sempurna
sebelum seekor sapi mencapai masak kelamin (pubertas), yaitu umur pada saat
dicapai kematangan kelamin atau kematangan seksual. Umur pada saat tercapainya
masak kelamin bervariasi di antara bangsa-bangsa sapi, dengan suatu kisaran
umur antara 8 sampai 18 bulan. Pada beberapa bangsa sapi tertentu, masak
kelamin lebih merupakan fungsi berat badan dan bukannya fungsi umur, dan banyak
peternak menggunakan berat badan 275 sampai 350 kg sebagai ukuran masak kelamin
untuk sapi betina. Pada sapi jantan umumnya masak kelamin tercapai pada berat
badan yang lebih besar, yaitu antara 350 sampai 450 kg.
Organ Reproduksi Sapi Jantan
Sistem reproduksi sapi jantan dapat dibagi menjadi 3 bagian,
yaitu: testes, yang juga disebut gonad, testikel, atau organ-organ primer.
Kelenjar kelamin sekunder atau kelenjar aksesoris, dan organ kopulasi
eksternal, yaitu penis.
1. Testes
Testes terletak di dalam skrotum yang
merupakan suatu struktur yang mengatur panas. Sperma yang hidup dalam testes
tidak akan dapat berkembang dalam lingkungan suhu tubuh hewan. Oleh karena itu,
testes perlu turun dan keluar dari dalam rongga tubuh atau mengalami kontraksi
atau pengerutan pada saat suhu dingin. Hal ini diperlukan agar supaya testes
selalu berada pada kisaran suhu yang relatif sempit.
Testes turun dari rongga tubuh ke
dalam skrotum pada saat hewan lahir, melalui suatu lubang kecil yang dikenal
sebagai saluran (kanal) inguinal. Kadang-kadang penurunan testes itu tidak
terjadi atau kadang-kadang hanya satu saya yang turun. Keadaan yang terjadi ini
disebut kriptorkhid (cryptorchidism). Apabila hanya satu testes saja
yang turun, maka hal ini disebut kriptorkhid unilateral (unilateral
cryptorchidism), dan apabila kedua-duanya yang tidak turun disebut kriptorkhid
bilateral (bilateral cryptorchidism). Kriptorkhid unilateral dapat
mengakibatkan kelainan dalam efisiensi reproduksi sedangkan kriptorkhid
bilateral menyebabkan keadaan yang lebih berat, yaitu seekor hewan jantan bias
menjadi steril.
Dalam perkembangan yang normal,
testes berfungsi dengan cara memproduksi sperma di dalam tubulus konvolusi
(saluran berkelok) yang sangat kecil, yang membentuk keseluruhan struktur
testes. Apabila tubulus itu direntangkan maka tubulus seminiferous dari
sepasang testes sapi pejantan diperkirakan panjangnya sampai 50 kali keliling
lapangan sepak bola. Sel-sel interstisial yang terletak di ruang antara tubulus
seminiferous di dalam testes menghasilkan hormone jantan yang disebut testoteron.
Hormon inilah yag bertanggung jawab pada munculnya sifat-sifat kelamin sekunder
pada sapi jantan (penampilan kejantanan, otot-otot yang lebih kuat dan
lainnya). Setelah menerima perintah dari otak, testoteron itu dilepaskan dan
timbullah rangsangan kelamin pada sapi jantan tersebut.
2. Epididimis
Epididimis memiliki 4 fungsi, yaitu:
Pengangkutan penyimpanan, pemasukan dan pengentalan (konsentrasi) sperma.
Struktur panjangnya diperkirakan sekitar 40 meter berperan untuk menyalurkan
sperma dati testes ke kelenjar kelamin aksesoris. Di sini air diserap kembali
guna meningkatkan konsentrasi. Pemasakan dicapai karena ekskresi sel dan sperma
disimpan terutama pada epididimis bagian ekor (kaudal).
3. Vas Deferens dan Kelenjar-kelenjar Sekunder atau Aksesoris
Vas deferens berfungsi menyalurkan
semen yang telah masak dari ekor epididimis menjauhi kelenjar-kelenjar kelamin
aksesoris, vesikula seminalis (seminal vesicles), kelenjar cowper,
dan kelenjar prostat (yang umumnya disebut kelenjar-kelenjar kelamin
sekunder). Kelenjar-kelenjar inilah yang menghasilkan cairan lazim disebut
semen. Cairan semen tersebut banyaknya antara 5 sampai 10 cc dan diejakulasi
melalui penis ke dalam saluran reproduksi betina. Rangsangan kelamin
menyebabkan sejumlah darah dipompakan ke dalam ruang-ruang di dalam penis
sehingga mengakibatkan ereksi dengan cara meluruskan fleksura sigmoida,
dengan demikian maka kopulasi dapat berlangsung. Setelah kopulasi, fleksura
sigmoida itu mengalami kontraksi oleh kerja otot retractor penis yang
bekerja menarik penis masuk ke dalam bungkus pelindungnya.
Organ Reproduksi Sapi Betina
Meskipun kebanyak program pemuliabiakan ternak perhatian lebih
banyak kepada pejantan, sistem reproduksi betina jauh lebih penting dan rumit. Maka
perlulah dipelajari lebih rinci agar didapat pengertian tentang anatominya
serta fungsi tiap organ atau bagian, apabila saat masak kelamin itu dicapai.
1. Ovari
Ovari yaitu organ betina yang homolog
dengan testes pada hewan jantan, berada di dalam rongga tubuh di dekat ginjal
dan tidak mengalami penggeseran atau perubahan tempat seperti pada testes. Ova
(telur) yang apabila dibuahi oleh spermatozoa pejantan maka akan menjadi
embrio. Meski jumlah ova diperkirakan sebanyak 75.000 pada 2 ovari, hanya
sekitar 20 sampai 30 yang dilepaskan selama hidup seekor sapi dalam kondisi
yang alamiah atau normal.
Ovari seekor sapi betina bentuknya
menyerupai biji buah almon dengan berat rata-rata 10 sampai 20 gram. Sebagai
perbandingan pada sapi jantan dimana “biji” pejantan berkembang di tubulus
seminiferus yang letaknya dalam. Pada betina jaringan yang menghasilkan ovum
(telur) berada sangat dekat dengan permukaan ovari. “Ovum yang potensial” yang
disebut folikel primer diyakini telah ada pada sapi lahir. Tahap-tahap
pemasakan berikutnya terjadi sampai terbentuknya sebuah ovum yang masik yang
disebut folikel graaf. Penonjolan pada permukaan ovari ditimbulkan oleh
pengaruh hormone FHS (follicle stimulating hormon) yang berasal dari
kelenjar pituitary anterior. Kelenjar itu juga menghasilkan LH
(luteinizing hormon) yang memecahkan folikel tersebut lalu melepaskan ovum
(telur).
Segera setelah ovulasi, sel-sel
folikuler bertambah dan menghasilkan suatu struktur yang menyerupai bekas luka,
yang disebut CL (corpus luteum). Apabila pembuahan tidak terjadi, corpus
luteum ini bertambah dalam ukurannya di bawah pengaruh hormon pituitari
anterior, yaitu prolaktin dan dibentuklah hormon progesterone
yang berperan untuk menekan birahi yang berkepanjangan dan mempertahankan
kebuntingan.
2. Tuba Fallopii (Oviduk)
Ovari dirangsang untuk melepaskan
ovum ke dalam infudibulum dari tuba fallopii atau oviduk.
Peristiwa ini sebenarnya tertunda sampai 12 jam setelah akhir birahi (estrus).
Sel telur bergerak ke infudibulum dari tuba fallopii dengan ciliated
action dan kontraksi otot, dan seterusnya ke tanduk uterus. Pembuahan,
yaitu persatuan antara sel telur dan sperma, terjadi di sepertiga bagian atas tuba
fallopii. Peristiwa ini dapat terjadi di kedua sisi sistem pasangan itu.
3. Uterus
Uterus terdiri dari struktur yang
menyerupai dua tanduk melengkung, mirip seperti tanduk domba dengan satu badan
yang sama. Pada sapi, tanduk uterus ini membentuk suatu puntiran spiral yang
lengkap sebelum kemudian bersambung dengan tuba fallopii. Tanduk-tandul
uterus itu biasanya berkembang dengan baik, salah satunya akan merupakan tempat
terjadinya perkembangan fetus. Suplai darah dan saraf ke uterus terjadi
melalui ligamen luas yang mendukungnya. Pada hewan-hewan yang lebih tua
ligamen itu terentang sehingga dapat secara lebih sempurna menopang uterus
dan fetus.
Di dalam uterus, lapis mukosa
mengandung karunkula (caruncle). Tonjolan-tonjolan kecil yang membesar sampai
sebesar uang logam pada ssat kebuntingan, tidak mengandung kelenjar dan banyak
pembuluh darahnya. Tonjolan itu tersususn dalam baris-baris yang meluas ke
kedua tanduk, jumlahnya diperkirakan antara 70 sampai 120. Penampilannya
menyerupai spons karena adanya rongga-rongga kecil yang berperan sebagai
titik-titik perlekatan bagi struktur yang berlawanan, yaitu kotiledon
(cotyledon) dari plasenia (membran yang menyelimuti fetus). Kotiledon
dan karankula secara bersama-sama disebut plasetome, yang dapat
dibayangkan sebagai dua tombol yang menempel satu sama lain.
Uterus berfungi sangat banyak, sebagai
contoh: Untuk jalan sperma pada saat kopulasi dan motilitas
(pergerakan) sperma ke tuba fallopii dibantu dengan kerja yang sifatnya
kontraktil. Pada minggu-minggu awal masa kebuntingan, uteruslah yang mendukung
perkembangan embrio melalui sekresi dari kelenjar uterus dan plasma darah
(susu uterin). Uterus yang dapat mengalami perubahan-perubahan besar
dalam ukuran serta bentuknya, berperan sebagai tempat perlekatan melalui
plasetom bagi embrio yang sedang berkembang selama kebuntingan. Uterus juga
berperan besar dalam mendorong fetus serta membrannya pada saat
kelahiran. Uterus kemudian dapat kembali dengan cepat ke bentuk semula
setelah kelahiran, melalui proses involusi.
4. Serviks
Serviks yang merupakan bagian
integral dari uterus, suatu struktur yang mempunyai sfingter (sphincter) yang
memisahkan rongga uterin dengan vagina disebut serviks. Fungsi pokok serviks
adalah untuk menutup uterus guna melindungi masuknya invasi bakteri maupun
masuknya bahan-bahan asing. Sfingter itu tetap dalam keadaan tertutup kecuali
pada saat kelahiran saja.
Selama birahi dan kopulasi, serviks
berperan sebagai jalan masuknya sperma. Jika kemudian terjadi kebuntingan,
saluran uterin itu tertutup dengan sempurna guna melindungi fetus. Beberapa
saat sebelum kelahiran pintu itu mulai terbuka, serviks mengembang hingga fetus
dan membran dapat melaluinya pada saat kelahiran.
5. Vagina
Struktur reproduksi internal yang
paling bawah (paling luar) adalah vagina, yang berperan sebagai organ kopulasi
pada betina. Di sinilah semen ditumpahkan oleh penis pejantan. Seperti halnya
serviks, vagina juga mengembang agar fetus dan membran dapat lewat pada
waktunya.
Comments
Post a Comment