Gejala, Penyebab Dan Pengobatan Anaplasmosis Pada Sapi
Anaplasmosis adalah suatu penyakit protozoa pada sapi yang menyebabkan timbulnya penghancuran sel-sel darah merah sehingga timbul anemia dan terjadi kematian (anaplasmosis ditandai oleh anemia yang disebabkan oleh parasit yang menyerupai protozoa yaitu Anaplasma marginale yang menghancurkan sel-sel darah merah sapi).
Gejala penyakit anaplamosis tidak nampak berkembang dengan jelas dan cepat. Suhu badan meningkat perlahan, nafsu rendah dan terjadi penurunan berat badan. Penderita penyakit ini memperlihatkan timbulnya warna kekuningan atau jaundice. Keadaan anemia merupakan salah satu gejala klinis yang utama. Perkembangan menuju ke kesembuhan atau kematian dapat berlangsung dalam dua hari sampai dua minggu atau kematian dapat berlangsung dalam dua hari sampai dua minggu. Pada pedet gangguan penyakit nampank ringan saja dengan tingkat kematian yang rendah, sedangkan pada sapi yearling gangguannya nampak lebih berat namun biasanya dapat disembuhkan. Sapi yang paling parah terserang biasanya yang berumur dua tahun atau lebih dengan tingkat kematian 20 sampai 50%. Sapi-sapi bunting yang terserang penyakit ini biasanya mengalami keguguran. Sapi-sapi penderita sebelum mati memperlihatkan keadaan yang disebut hyper excitable dan banyak yang suka menyerang orang yang ada di sekitarnya. Sapi yang sembuh dari penyakit ini masih menunjukkan gejala anemia sampai beberapa bulan berikutnya. Bentuk paling parah dari penyakit ini yaitu bentuk akut atau perakut, tingkat kematiannya tinggi, ditandai oleh tingginya suhu badan, anemia, adanya kesulitan dalam melahirkan dan mati dalam waktu 24 jam. Keadaan anemia menyebabkan jantung berdenyut begitu kuat sehingga denyut itu dapat terlihat pada vena jungular.
Penyakit anaplasmosis disebabkan oleh adanya organisme Anaplasma marginale, yang menempel pada butir darah merah yang merobek dan memecahkannya. Oksigen tidak dapat dibawa melalui aliran darah dan kematian terjadi karena timbulnya sufokasi internal.
Penyebaran penyakit ini terjadi melalui vektor serangga atau jarum suntik yang tidak steril. Disamping itu, dapat juga melalui alat-alat perlengkapan yang digunakan untuk memotong dan menghilangkan tanduk. Alat-alat tersebut haruslah didesinfeksi terlebih dahulu sebelum digunakan pada sapi-sapi berikutnya. Serangga juga harus selalu dikontrol dengan menggunakan semprotan-semprotan insektisida sehingga infektasi caplak dan sejenisnya dapat ditekan serendah mungkin.
Suatu keadaan yang mengherankan kadang-kadang bisa terjadi. Sesudah adanya wabah anaplasmosis dan induk melahirkan pedet yang sehat, pedet itu tiba-tiba saja mati dalam beberapa hari setelah lahir, meski sapi induk itu sendiri tidak terinfeksi. Keadaan seperti itu yang disebut neonatal isoerythrolysis dianggap sebagai suatu keadaan genetis yang jarang terjadi. Vaksin anaplasmosis dibuat dari sel-sel darah merah yang berasal dari sapi donor. Timbulnya kematian itu bermula dari suatu faktor di dalam susunan genetik dari sapi induk yang mendapatkan vaksinasi itu, yang merangsangnya untuk membentuk suatu antibodi terhadap sel-sel darah merah di dalam vaksin. Antibodi itu terdapat di dalam kolostrum susu. Apabila pedet tersebut secara genetik peka atau sensitif terhadap antibodi itu pada saat menyusui, antibodi yang masuk ke dalam tubuh pedet melalui kolostrum akan menghancurkan sel-sel darah merah. Hal ini kemudian menimbulkan keadaan jaundice yang kemudian mengakibatkan kematian.
Masalah ini hampir selalu muncul dan terjadi pada pedet-pedet yang sehat dan tegar karena pedet seperti itu setelah lahir akan menyusui dengan giat dan cepat sehingga akan mengkonsumsi antibodi dalam jumlah yang besar dengan tingkat yang sangat potensial. Segera setelah melahirkan, sapi induk itu diperah kolostrumnya sebelum disusui oleh pedet. Dengan cara ini level antibodi yang masih ada tidak demikian tingginya sehingga tidak akan menimbulkan reaksi apa-apa pada pedet yang menyusui.
Pada sapi-sapi yang telah divaksinasi, tingkat kematian setinggi 30% masih dapat terjadi. Karena masalahnya menyangkut masalah genetik maka setelah terjadi wabah anaplasmosis perlu ada pergantian-pergantian pejantan agar terjadi perubahan-perubahan susunan genetik pada anak-anaknya. Demikian juga perlu dilakukan vaksinasi.
Pada bangsa sapi Charolais keadaannya nampak agak parah karena tingkat inbreeding yang cukup tinggi oleh karena jumlah sapi itu yang hanya sedikit saja, dibandingkan dengan bangsa-bangsa sapi lainnya. Namun demikian, hal-hal serupa juga pada bangsa-bangsa yang lain, serta pada persilangan antara bangsa-bangsa tertentu.
Karena alasan-alasan tersebut maka bila akan memberikan vaksinasi pada sapi yang bunting perlu memperhitungkan untung ruginya. Keuntungan berupa perlindungan yang akan didapat selalu harus diimbangkan dengan resiko yang mungkin terjadi. Seperti lazimnya, sebelum ditentukan perlu dilakukan konsultasi terlebih dahulu dengan dokter hewan yang berpengalaman.
Pengobatan terhadap penyakit anaplasmosis dilakukan dengan menggunakan antibiotika spektrum luas seperti terasiklin 5 sampai 9 mg untuk tiap kg bobot badan setiap hari selama 3 hari. Bagi ternak-ternak yang lebih berharga, dianjurkan untuk memberikan transfusi. Sapi harus diusahakan tidak mengalami stress yang berlebihan sebab hal itu dapat memperoleh keadaan. Tetrasiklin dapat juga diberikan dalam bentuk adiktif untuk mengendalikan penyakit anaplasmosis.
Gejala penyakit anaplamosis tidak nampak berkembang dengan jelas dan cepat. Suhu badan meningkat perlahan, nafsu rendah dan terjadi penurunan berat badan. Penderita penyakit ini memperlihatkan timbulnya warna kekuningan atau jaundice. Keadaan anemia merupakan salah satu gejala klinis yang utama. Perkembangan menuju ke kesembuhan atau kematian dapat berlangsung dalam dua hari sampai dua minggu atau kematian dapat berlangsung dalam dua hari sampai dua minggu. Pada pedet gangguan penyakit nampank ringan saja dengan tingkat kematian yang rendah, sedangkan pada sapi yearling gangguannya nampak lebih berat namun biasanya dapat disembuhkan. Sapi yang paling parah terserang biasanya yang berumur dua tahun atau lebih dengan tingkat kematian 20 sampai 50%. Sapi-sapi bunting yang terserang penyakit ini biasanya mengalami keguguran. Sapi-sapi penderita sebelum mati memperlihatkan keadaan yang disebut hyper excitable dan banyak yang suka menyerang orang yang ada di sekitarnya. Sapi yang sembuh dari penyakit ini masih menunjukkan gejala anemia sampai beberapa bulan berikutnya. Bentuk paling parah dari penyakit ini yaitu bentuk akut atau perakut, tingkat kematiannya tinggi, ditandai oleh tingginya suhu badan, anemia, adanya kesulitan dalam melahirkan dan mati dalam waktu 24 jam. Keadaan anemia menyebabkan jantung berdenyut begitu kuat sehingga denyut itu dapat terlihat pada vena jungular.
Penyakit anaplasmosis disebabkan oleh adanya organisme Anaplasma marginale, yang menempel pada butir darah merah yang merobek dan memecahkannya. Oksigen tidak dapat dibawa melalui aliran darah dan kematian terjadi karena timbulnya sufokasi internal.
Penyebaran penyakit ini terjadi melalui vektor serangga atau jarum suntik yang tidak steril. Disamping itu, dapat juga melalui alat-alat perlengkapan yang digunakan untuk memotong dan menghilangkan tanduk. Alat-alat tersebut haruslah didesinfeksi terlebih dahulu sebelum digunakan pada sapi-sapi berikutnya. Serangga juga harus selalu dikontrol dengan menggunakan semprotan-semprotan insektisida sehingga infektasi caplak dan sejenisnya dapat ditekan serendah mungkin.
Suatu keadaan yang mengherankan kadang-kadang bisa terjadi. Sesudah adanya wabah anaplasmosis dan induk melahirkan pedet yang sehat, pedet itu tiba-tiba saja mati dalam beberapa hari setelah lahir, meski sapi induk itu sendiri tidak terinfeksi. Keadaan seperti itu yang disebut neonatal isoerythrolysis dianggap sebagai suatu keadaan genetis yang jarang terjadi. Vaksin anaplasmosis dibuat dari sel-sel darah merah yang berasal dari sapi donor. Timbulnya kematian itu bermula dari suatu faktor di dalam susunan genetik dari sapi induk yang mendapatkan vaksinasi itu, yang merangsangnya untuk membentuk suatu antibodi terhadap sel-sel darah merah di dalam vaksin. Antibodi itu terdapat di dalam kolostrum susu. Apabila pedet tersebut secara genetik peka atau sensitif terhadap antibodi itu pada saat menyusui, antibodi yang masuk ke dalam tubuh pedet melalui kolostrum akan menghancurkan sel-sel darah merah. Hal ini kemudian menimbulkan keadaan jaundice yang kemudian mengakibatkan kematian.
Masalah ini hampir selalu muncul dan terjadi pada pedet-pedet yang sehat dan tegar karena pedet seperti itu setelah lahir akan menyusui dengan giat dan cepat sehingga akan mengkonsumsi antibodi dalam jumlah yang besar dengan tingkat yang sangat potensial. Segera setelah melahirkan, sapi induk itu diperah kolostrumnya sebelum disusui oleh pedet. Dengan cara ini level antibodi yang masih ada tidak demikian tingginya sehingga tidak akan menimbulkan reaksi apa-apa pada pedet yang menyusui.
Pada sapi-sapi yang telah divaksinasi, tingkat kematian setinggi 30% masih dapat terjadi. Karena masalahnya menyangkut masalah genetik maka setelah terjadi wabah anaplasmosis perlu ada pergantian-pergantian pejantan agar terjadi perubahan-perubahan susunan genetik pada anak-anaknya. Demikian juga perlu dilakukan vaksinasi.
Pada bangsa sapi Charolais keadaannya nampak agak parah karena tingkat inbreeding yang cukup tinggi oleh karena jumlah sapi itu yang hanya sedikit saja, dibandingkan dengan bangsa-bangsa sapi lainnya. Namun demikian, hal-hal serupa juga pada bangsa-bangsa yang lain, serta pada persilangan antara bangsa-bangsa tertentu.
Karena alasan-alasan tersebut maka bila akan memberikan vaksinasi pada sapi yang bunting perlu memperhitungkan untung ruginya. Keuntungan berupa perlindungan yang akan didapat selalu harus diimbangkan dengan resiko yang mungkin terjadi. Seperti lazimnya, sebelum ditentukan perlu dilakukan konsultasi terlebih dahulu dengan dokter hewan yang berpengalaman.
Pengobatan terhadap penyakit anaplasmosis dilakukan dengan menggunakan antibiotika spektrum luas seperti terasiklin 5 sampai 9 mg untuk tiap kg bobot badan setiap hari selama 3 hari. Bagi ternak-ternak yang lebih berharga, dianjurkan untuk memberikan transfusi. Sapi harus diusahakan tidak mengalami stress yang berlebihan sebab hal itu dapat memperoleh keadaan. Tetrasiklin dapat juga diberikan dalam bentuk adiktif untuk mengendalikan penyakit anaplasmosis.
Comments
Post a Comment