Pemuliabiakan dan Seleksi Pejantan Sapi Perah
Seperti halnya pada sapi pedaging, untuk sapi perah pun dibutuhkan waktu 50 sampai 60 hari untuk mengawinkan lagi seekor sapi betina. Biasanya saluran reproduksi diperiksa secara manual oleh dokter hewan untuk mengetahui adanya abnormalitas sekitar 45 hari setelah sapi itu melahirkan. Bila saluran itu tampaknya normal, sapi betina dikawinkan pada birahinya yang pertama 60 hari setelah kelahiran.
Industri sapi perah seperti juga yang telah dijelaskan pada sapi daging senantiasa membuka jalan bagi pelaksanaan inseminasi buatan. Persaingan yang ada di antara berbagai pelayanan untuk pemuliabiakan atau perkawinan telah melahirkan suatu kegiatan penilaian yang cermat atas pejantan sapi perah yang akan digunakan serta efektifitasnya. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, penampilan produksi sapi perah diukur berdasarkan catatan laktasi yang dikoreksi terhadap beberapa faktor. Pengujian pejantan diperhitungkan berdasar informasi itu. Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) menghitung dan menerbitkan data semua sapi betina dalam program pengujian ini serta hubungannya dengan pejantan-pejantan. Seekor pejantan yang anak-anak betinanya mampu berproduksi tinggi sajalah yang dicari untuk keperluan inseminasi buatan.
Berdasarkan suatu perbandingan antar anak-anak betina dari seekor pejantan tertentu dengan rekan-rekannya (yang sedang berad pada laktasi yang sama dan melahirkan pada musim yang sama), dihitunglah suatu angka: Perbedaan Ramalan (Predicted Difference = PD). Angka ini merupakan angka dugaan atas kemampuan pejantan guna mewariskan kemampuan produksi kepada anak-anak betinanya. Nilai atau angka PD tersebut oleh USDA disajikan dalam bentuk jumlah uang (dollar), susu, persenan lemak susu dan keseluruhan nilai lemak. Beberapa asosiasi bangsa sapi tertentu juga telah menghitung angka PD tersebut untuk bangsa sapi mereka. Jadi angka PD sebesar +1200 susu misalnya berarti bahwa turunan betina yang telah dewasa dari seekor pejantan tertentu akan menghasilkan 1200 lb susu per laktasi lebih banyak dibandingkan dengan betina lain dari pejantan, yang angka PD-nya +2000. Istilah lain yang digunakan adalah persen repeatability dari predicted difference yang memberikan petunjuk atas keandalan nilai-nilai PD itu. Angka itu biasanya antara 1 sampai 99% dan meningkat terus seiring dengan meningkatnya jumlah turunan betina serta jumlah kelompok di mana betina itu ada. Semakin tinggi persentase repeatability semakin percayalah kita kepada sapi pejantan yang telah kita pilih itu.
Pejantan-pejantan yang terpilih haruslah memiliki nilai PD yang tinggi (+ $100 atau lebih; +1200 susu atau lebih, dan seterusnya) serta angka repeatability sekurang-kurangnya adalah 60%. Di antara pejantan-pejantan ini, pilihan terakhir bergantung pada sifat-sifat yang lain seperti mudahnya untuk diperah, konformasi ambing dan sebagainya. Ringkasan tentang pejantan, yang dibuat oleh USDA ini selalu tersedia di balai-balai penyuluhan pertanian atau balai pelayanan inseminasi buatan di tiap negara bagian.
Contoh yang sangat bagus dari seleksi pejantan yang menggunakan repeatability dan perbedaan ramalan (PD), begitu pula halnya karakteristik tipe perah. Gambar di atas adalah sapi Arlinda 9H107 yang dikembangkan oleh Wallace N. Lindskoog dari Arlinda Farms, Turlock, California. Hasil pengujian USDA Juli 1978 adalah PD +1930 susu, -0,21% lemak susu, +37F, +149,519 dtrs, 95% Rpt (Sumber: Sire Power, Inc, Tunkhannock, Pennsylvania).
Industri sapi perah seperti juga yang telah dijelaskan pada sapi daging senantiasa membuka jalan bagi pelaksanaan inseminasi buatan. Persaingan yang ada di antara berbagai pelayanan untuk pemuliabiakan atau perkawinan telah melahirkan suatu kegiatan penilaian yang cermat atas pejantan sapi perah yang akan digunakan serta efektifitasnya. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, penampilan produksi sapi perah diukur berdasarkan catatan laktasi yang dikoreksi terhadap beberapa faktor. Pengujian pejantan diperhitungkan berdasar informasi itu. Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) menghitung dan menerbitkan data semua sapi betina dalam program pengujian ini serta hubungannya dengan pejantan-pejantan. Seekor pejantan yang anak-anak betinanya mampu berproduksi tinggi sajalah yang dicari untuk keperluan inseminasi buatan.
Pejantan-pejantan yang terpilih haruslah memiliki nilai PD yang tinggi (+ $100 atau lebih; +1200 susu atau lebih, dan seterusnya) serta angka repeatability sekurang-kurangnya adalah 60%. Di antara pejantan-pejantan ini, pilihan terakhir bergantung pada sifat-sifat yang lain seperti mudahnya untuk diperah, konformasi ambing dan sebagainya. Ringkasan tentang pejantan, yang dibuat oleh USDA ini selalu tersedia di balai-balai penyuluhan pertanian atau balai pelayanan inseminasi buatan di tiap negara bagian.
Contoh yang sangat bagus dari seleksi pejantan yang menggunakan repeatability dan perbedaan ramalan (PD), begitu pula halnya karakteristik tipe perah. Gambar di atas adalah sapi Arlinda 9H107 yang dikembangkan oleh Wallace N. Lindskoog dari Arlinda Farms, Turlock, California. Hasil pengujian USDA Juli 1978 adalah PD +1930 susu, -0,21% lemak susu, +37F, +149,519 dtrs, 95% Rpt (Sumber: Sire Power, Inc, Tunkhannock, Pennsylvania).
Comments
Post a Comment